top of page

Kebangkitan Postur Pertahanan Indonesia di Era Prabowo Subianto: Analisis Strategis, Tantangan Regional, dan Implikasi Geopolitik

Oleh Dr. Surya Wiranto, SH MH[1]

Penulis adalah purnawirawan Laksamana Muda TNI Angkatan Laut, Penasihat Indo-Pacific Strategic Intelligence (ISI), Anggota Senior Advisory Group IKAHAN Indonesia–Australia, Dosen Program Pascasarjana Keamanan Maritim Universitas Pertahanan Indonesia, Ketua Departemen Kejuangan PEPABRI, Anggota FOKO, Sekretaris Jenderal IKAL Strategic Centre (ISC) dan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Maritim Indonesia (IIMS). Beliau juga aktif sebagai Pengacara, Kurator, dan Mediator di firma hukum Legal Jangkar Indonesia.


Abstrak 

Transformasi pertahanan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menandai fase baru kebangkitan kekuatan nasional di Asia Tenggara. Dengan pendekatan defense economics dan total people’s defense system, pemerintah menekankan kemandirian industri strategis, modernisasi alutsista, serta penguatan peran militer dalam pembangunan nasional. Puncak simboliknya tercermin pada rencana pengadaan kapal induk jenis Landing Helicopter Dock (LHD) oleh PT PAL dan integrasi sistem drone tempur Bayraktar TB3. Kajian ini menganalisis secara realistis dimensi geopolitik, ekonomi, dan teknologi pertahanan Indonesia pasca-2024 serta dampaknya terhadap tatanan keamanan regional ASEAN. Melalui pendekatan analisis kebijakan strategis, naskah ini menguraikan arah kebijakan pertahanan Indonesia menuju strategic autonomy dan keseimbangan kekuatan kawasan.


Kata Kunci: Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto, alutsista, geopolitik Asia Tenggara, kemandirian industri pertahanan, kapal induk LHD.


Konteks dan Latar Strategis
Prabowo HUT TNI 80
Sumber: BeritaNasional/Elvis Sendouw

Kebijakan pertahanan Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memasuki tahap redefinisi mendasar terhadap paradigma keamanan nasional. Sejak dilantik pada Oktober 2024, Prabowo menekankan bahwa TNI bukan hanya alat pertahanan negara dalam arti sempit, tetapi juga pilar pembangunan nasional yang berfungsi menjaga, melindungi, dan mengoptimalkan sumber daya alam strategis dari eksploitasi pihak asing. Dalam pidato peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 TNI 5 Oktober 2025 di Jakarta, Prabowo menegaskan bahwa tentara harus menjadi bagian dari solusi nasional dalam menghapus kemiskinan, menjaga integritas wilayah, serta memastikan sumber daya alam dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Pernyataan ini bukan semata simbol politik, melainkan refleksi atas pandangan strategis bahwa pertahanan dan ekonomi nasional saling terhubung secara organik dalam konteks geopolitik kontemporer.


Konteks historis menunjukkan bahwa Indonesia selama beberapa dekade mengalami kerentanan terhadap eksploitasi sumber daya strategisnya. Sejak masa kolonial hingga periode liberalisasi ekonomi pasca-1998, berbagai bentuk penyelundupan, pencurian ikan, dan eksploitasi tambang oleh entitas asing menimbulkan kerugian besar bagi negara. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2023), Indonesia kehilangan potensi ekonomi lebih dari Rp100 triliun per tahun akibat pencurian ikan oleh kapal asing. Dalam konteks inilah, arah kebijakan Prabowo Subianto menempatkan TNI bukan hanya sebagai penjaga kedaulatan fisik, tetapi juga sebagai pengawal ekonomi nasional. Dengan memperkuat sistem pertahanan maritim, modernisasi alutsista, dan pelibatan militer dalam sektor strategis seperti pengelolaan perkebunan sawit yang dirampas dari mafia agraria, Indonesia berupaya membangun model defense-based nation building.


Visi strategis tersebut sejalan dengan upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen per tahun, sebagaimana target yang ditetapkan oleh pemerintah. Integrasi antara sektor pertahanan dan pembangunan ekonomi ini berakar pada doktrin Total People’s Defense (Sishankamrata) yang menekankan partisipasi nasional dalam menjaga kemandirian strategis. Dengan kata lain, pertahanan tidak lagi dipahami sebagai entitas militeristik murni, melainkan sebagai instrumen politik-ekonomi untuk memastikan keberlanjutan pembangunan nasional di tengah rivalitas kekuatan besar.


Analisis Masalah dan Kompleksitas Regional

Peningkatan kekuatan militer Indonesia di bawah pemerintahan baru menimbulkan resonansi besar di kawasan Asia Tenggara. Dalam dua tahun terakhir, program modernisasi pertahanan Indonesia yang mencakup pengadaan kapal induk Giuseppe Garibaldi dari Italia, integrasi drone tempur Bayraktar TB3 dari Turki, serta pengembangan kapal selam tanpa awak telah mengubah persepsi strategis negara-negara ASEAN, terutama Malaysia dan Singapura. Dalam konteks diplomasi pertahanan, modernisasi ini sekaligus menjadi sinyal bahwa Indonesia sedang bertransformasi dari kekuatan maritim pasif menjadi kekuatan regional aktif yang mampu memproyeksikan strategic presence di kawasan.


Namun, kebangkitan ini juga menghadirkan dilema keamanan baru (security dilemma). Negara-negara tetangga, khususnya Malaysia, mulai menunjukkan sikap ambivalen terhadap percepatan modernisasi militer Indonesia. Isu Ambalat yang dahulu kerap memicu ketegangan kini mulai menghilang dari wacana publik Malaysia, menandakan perubahan kalkulasi strategis. Di sisi lain, peningkatan kemampuan TNI, terutama TNI AL, secara tidak langsung memperkuat posisi tawar Indonesia dalam kerangka ASEAN Defence Ministers’ Meeting (ADMM). Fenomena ini memperlihatkan bagaimana modernisasi militer dapat menjadi instrumen diplomasi pertahanan yang efektif, sejauh tetap berada dalam koridor transparansi dan kerja sama regional.


Dari perspektif ekonomi politik internasional, langkah Indonesia juga merupakan reaksi terhadap perubahan ekuilibrium kekuatan global. Rivalitas antara Amerika Serikat dan Tiongkok di Indo-Pasifik menuntut negara-negara menengah seperti Indonesia untuk memperkuat kemampuan otonomi strategis. Melalui diversifikasi kerja sama pertahanan dengan Italia, Turki, dan Korea Selatan, Indonesia berupaya menghindari ketergantungan pada satu blok kekuatan. Pendekatan ini mencerminkan doktrin hedging strategy, yaitu strategi menjaga fleksibilitas diplomatik di tengah ketegangan geopolitik global. Tantangan utamanya adalah menjaga keseimbangan antara ambisi strategis dan kapasitas fiskal. Berdasarkan data Kementerian Keuangan (APBN 2025), alokasi anggaran pertahanan mencapai sekitar Rp142 triliun, meningkat signifikan dibandingkan tahun 2022 yang hanya Rp107 triliun, menunjukkan peningkatan fokus pemerintah terhadap sektor ini.


Dinamika Teknologi dan Industrialisasi Pertahanan

Transformasi pertahanan Indonesia tidak hanya ditandai oleh akuisisi alutsista dari luar negeri, tetapi juga oleh dorongan kuat untuk membangun defense industrial base nasional. PT PAL Indonesia, misalnya, telah menandatangani kesepakatan kerja sama dengan pihak Italia untuk pengadaan dan reverse engineering kapal induk Giuseppe Garibaldi (C551), yang dipensiunkan pada 2024. Nilai proyek mencapai sekitar 450 juta dolar AS, sebagian dibiayai melalui pinjaman luar negeri yang disetujui oleh Bappenas. Kapal ini akan menjadi simbol kemandirian maritim Indonesia, sekaligus platform pelatihan bagi insinyur dalam negeri dalam membangun kapal induk generasi berikutnya, yang direncanakan mulai dibangun pada 2027 di galangan PT PAL Surabaya.


Selain itu, rencana pengembangan kapal induk Landing Helicopter Dock (LHD) sepanjang 238 meter dengan bobot angkut 10.000 ton menunjukkan pergeseran orientasi strategis dari pertahanan berbasis daratan menuju sea-based defense projection. Kapal induk tersebut dirancang untuk membawa hingga 16 unit helikopter dan drone tempur vertikal, termasuk Bayraktar TB3 yang dapat beroperasi dari dek kapal. Konsep ini memungkinkan TNI AL memiliki floating base yang dapat dipindahkan ke titik-titik rawan seperti Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I dan II, wilayah Natuna Utara, dan perairan Selat Makassar. Dengan demikian, modernisasi ini tidak hanya memperkuat daya gentar (deterrence), tetapi juga meningkatkan kemampuan rapid deployment untuk misi non-perang seperti penanggulangan bencana alam.


Di sisi teknologi, Prabowo menekankan pentingnya penguasaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dan keamanan siber sebagai bagian integral dari pertahanan modern. Melalui kerja sama dengan lembaga riset seperti BPPT, BRIN, dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Indonesia tengah membangun ekosistem riset pertahanan berbasis digital. Transformasi ini memperlihatkan kesadaran strategis bahwa kekuatan militer abad ke-21 tidak lagi hanya diukur dari jumlah pasukan atau kapal perang, melainkan dari kemampuan adaptasi terhadap teknologi disruptif.


Analisis Geopolitik dan Implikasi Regional

Dalam perspektif geopolitik, kebangkitan pertahanan Indonesia menciptakan efek domino terhadap konfigurasi keamanan Asia Tenggara. Posisi geografis Indonesia yang mengontrol tiga Sea Lines of Communication (SLOCs) utama dunia — Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok — menjadikan Indonesia aktor kunci dalam stabilitas Indo-Pasifik. Kehadiran kapal induk LHD akan memperkuat posisi strategis tersebut, memungkinkan Indonesia mengawasi dan mengendalikan pergerakan kapal militer maupun dagang lintas ALKI dengan lebih efektif. Ini sekaligus memperkuat maritime domain awareness dan mendukung kebijakan Good Order at Sea yang selama ini menjadi pilar kerja sama keamanan maritim ASEAN.


Namun demikian, peningkatan kemampuan militer Indonesia juga menuntut tata kelola strategis yang berhati-hati. Transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap hukum internasional harus dijaga agar tidak memunculkan persepsi ancaman baru. Dalam konteks ASEAN, Indonesia harus menegaskan bahwa modernisasi militernya bukan bentuk ekspansi, melainkan upaya untuk menciptakan collective security. Pendekatan diplomasi pertahanan melalui latihan bersama dan mekanisme kepercayaan timbal balik (Confidence Building Measures) menjadi instrumen penting dalam menjaga stabilitas kawasan..


Solusi dan Arah Kebijakan Strategis

Solusi utama untuk memastikan keberlanjutan transformasi pertahanan Indonesia terletak pada integrasi kebijakan industri, riset, dan pendidikan pertahanan. Pemerintah perlu memperkuat sinergi antara Kementerian Pertahanan, PT PAL, PT Pindad, PT DI, dan lembaga riset nasional dalam kerangka National Defense Technology and Innovation Roadmap 2035. Peta jalan ini harus diarahkan pada tiga tujuan utama: penguasaan teknologi strategis, peningkatan kapasitas produksi dalam negeri, dan pengembangan sumber daya manusia unggul. Dalam konteks kebijakan luar negeri, Indonesia juga perlu memperluas jaringan kerja sama pertahanan non-blok melalui kemitraan strategis dengan negara-negara Eropa Selatan, Timur Tengah, dan Asia Selatan yang tidak terikat secara langsung pada rivalitas besar.


Selain dimensi militer, kebijakan pertahanan harus senantiasa dikaitkan dengan pembangunan nasional. Pelibatan TNI dalam program sosial seperti distribusi obat, logistik pangan, dan penanggulangan bencana menunjukkan bahwa konsep defense for development menjadi relevan dalam konteks Indonesia. Dengan demikian, pembangunan postur pertahanan nasional tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kekuatan tempur, tetapi juga memperkuat ketahanan sosial-ekonomi bangsa.


Aksi Implementatif dan Penutup

Langkah konkret yang perlu dilakukan pemerintah mencakup peningkatan alokasi riset pertahanan hingga minimal 1 persen dari APBN pertahanan, percepatan transfer of technology dari mitra luar negeri, serta pembentukan Komando Siber Nasional sebagai tulang punggung pertahanan digital. Selain itu, penguatan kerja sama strategis dengan negara-negara ASEAN harus dilandasi prinsip transparansi dan strategic trust. Indonesia perlu memanfaatkan posisinya sebagai pemimpin alami kawasan untuk menginisiasi ASEAN Maritime Security Forum sebagai wadah koordinasi strategis antar-angkatan laut ASEAN.


Sebagai penutup, transformasi pertahanan di era Prabowo Subianto tidak dapat dipandang sebagai fenomena isolatif. Ia merupakan refleksi dari evolusi geopolitik global yang menuntut negara-negara berkembang untuk beradaptasi dengan realitas kekuatan baru. Dengan menggabungkan kemampuan militer modern, kemandirian industri strategis, dan orientasi kesejahteraan nasional, Indonesia tengah meletakkan fondasi menuju strategic autonomy. Bila konsistensi kebijakan ini dijaga, maka dekade 2030–2040 berpotensi menjadi periode kebangkitan strategis Indonesia di panggung global, bukan melalui ambisi ekspansi, melainkan melalui kekuatan moral, teknologi, dan kemandirian nasional.

 

Daftar Pustaka
  1. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. (2024). Rencana Strategis Pertahanan 2024–2029. Jakarta: Kemhan RI.

  2. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2025). APBN 2025 dan Alokasi Sektor Pertahanan. Jakarta.

  3. PT PAL Indonesia. (2024). Laporan Tahunan Program Modernisasi Kapal Induk LHD. Surabaya.

  4. RAND Corporation. (2023). Southeast Asian Defense Modernization in the Indo-Pacific Context. Washington D.C.

  5. SIPRI. (2024). Military Expenditure Database 2010–2024. Stockholm.

  6. CSIS Indonesia. (2023). Indonesia’s Maritime Strategy in the Indo-Pacific Era. Jakarta.

  7. ASEAN Secretariat. (2023). ADMM-Plus Joint Declaration on Maritime Security Cooperation. Jakarta.

Comments


bottom of page